SHALAT JENAZAH DAN CARA MELAKUKANNYA

SHALAT JENAZAH



     Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw mengucapkan takbir didalam shalat jenazah dan mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama dan meletakan tangan kanan diatas tangan kirinya.” Lalu Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini gharib dan kita tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini.)
Para ahli ilmu telah berbeda pendapat didalam permasalahan ini :

1. Kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi saw dan yang lainnya berpendapat untuk mengangkat kedua tangan pada setiap takbir didalam shalat jenazah, demikian pula pedapat Ibnul Mubarok, Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
2. Sedangkan sebagian ahli ilmu yang lain berpendapat untuk tidak mengangkat kedua tangan kecuali hanya pada takbir pertama, ini adalah pendapat ats Tsauriy dan ahli Kuffah. (Sunan at Tirmidzi juz IV hal 350)
Syeikh al Albani didalam “Ahkam al Janaiz hal 115 – 116” menyebutkan bahwa dalam hal disyariatkannya mengangkat kedua tangan pada takbir pertama terdapat dua buah hadits :
Dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw mengucapkan takbir dalam shalat jenazah dan mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama dan meletakan tangan kanan diatas tangan kirinya.” Diriwayatkan oleh at Tirmidzi (2/165), ad Daruquthni (192), al Baihaqi (284), Abu asy Syeikh didalam “Thabaqat al Ashbaniyin” (262) dengan sanad lemah akan tetapi diperkuat oleh hadits kedua : dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya didalam shalat jenazah pada takbir pertama dan tidak mengulanginya lagi.” Diriwayatkan oleh ad Daruquthni dengan sanad yang orang-orangnya bisa dipercaya kecuali al Fadhl bin as Sakan, dia adalah orang yang tidak dikenal. Ibnu at Turkumai tidak memberikan pendapat tentangnya didalam “al Jauhar an Naqiy” (4/44).

     Dengan demikian permasalahan mengangkat kedua tangan saat takbir didalam shalat jenazah adalah permasalahan khilafiyah atau yang masih diperselisihkan oleh para ulama sehingga tidak perlu menjadikan sebagian dari kita menyalahkan sebagian yang lain.

Doa Setelah Shalat Jenazah

     Dibolehkan bagi seseorang untuk memohonkan ampunan bagi si mayit dan memohon agar diberikan kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkannya setelah si mayit dikuburkan berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Mohonkanlah ampunan buat saudaramu dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan, pen) karena saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud)

     Ada sebagian ulama seperti Imam Nawawi didalam kitab “al Majmu”, Syarbini didalam kitab “Mughni al Muhtaj”, al Ghamrawiy didalam kitab “as Siraj al Wahhaj” membolehkan memanjatkan doa bagi si mayit atau keluarga yang ditinggalkannya setelah selesai shalat jenazah dan sebelum dikuburkan apabila doa itu dilakukan dengan sendiri-sendiri. Akan tetapi tidak ada riwayat dari Nabi saw dan para salafussaleh yang menerangkan bahwa doa tersebut dilakukan secara berjama’ah.

Doa Untuk Jenazah

     Para ulama bersepakat disunnahkannya berdoa bagi si mayit setelah takbir ketiga didalam shalat jenazah, dan diantara doa-doa tersebut—sebagaimana terdapat didalam kitab “al Adzkar” Imam Nawawi , diantaranya :
1. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah berdoa :

" اللَّهم اغفِر لَهُ ، وَارحَـمهُ ، وعافِهِ ، وَاعفُ عَنهُ ، وَأَكرِم نُزُلَهُ ، وَوَسِّع مَدخَلَهُ ، وَاغسِلهُ بالمَاءِ وَالثَلجِ وَالبَرَدِ ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايا كَما نَقَّيتَ الثَّوبَ الأَبيَضَ مِنَ الدَّنَسِ ، وَأَبدِلهُ دَارًا خَيرًا مِن دَارِهِ ، وَأَهلًا خَيرًا مِن أَهلِهِ ، وَزَوجًا خَيرًا مِن زَوجِهِ ، وَأَدخِلهُ الجَنَّةَ ، وَأَعِذهُ مِن عَذَابِ القَبرِ أَو مِن عَذَابِ النَّار " 

2. Diriwayatkan oleh Abu Daud, at Tirmidzi dan al Baihaqi bahwa Rasulullah berdoa dengan mengatakan :

" اللَّهُمَّ اغفِر لحَِـيِّناَ وَمَيِّتِنَا ، وَصَغِيرِناَ وَكَبِيرِنَا ، وَذَكَرِنَا وَأُنثَانَا ، وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا ، اللَّهُمَّ مَن أَحيَيتَهُ مِنَّا فَأَحيِهِ عَلَى الإسلَام ، وَمَن تَوَفَّيتَهُ مِنَّا فَتَوَفِّهِ عَلَى الإِيمَان ، اللَّهُم لَا تَحرِمنَا أَجرَهُ وَلَا تَفتِنَّا بَعدَهُ ".

Sedangkan setelah takbir keempat maka tidaklah ada kewajiban untuk berdoa menurut kesepakatan para ulama namun dianjurkan untuk berdoa—sebagaima disebutkan oleh Imam Syafi’i didalam kitab “al Buwaithi”—dengan lafazh :

اللَّهُمَّ لَا تَحرِمنَا أَجرَهُ وَلَا تَفتِنَّا بَعدَهُ.


Atau dengan doa :

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنيَا حَسَنَةً ، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّار

Wallahu A’lam

      Semoga bermanfaat.***