I. PENDAHULUAN
Ilmu dan agama adalah satu kesatuan yang semestinya tidak bisa dipisahkan. Ilmu dan agama harus seiring sejalan, saling berkaitan dan saling membutuhkan. Manakala ilmu dan agama saling bertentangan dan berjalan sendiri-sendiri, akan menimbulkan dampak negatif yang besar, antara lain kemurkaan, kesesatan, kerusakan dan kebinasaan. Ilmu akan benar-benar memiliki manfaat dan keutamaan apabila dibimbing oleh nilai-nilai agama.Manfaat dan keutamaan ilmu yang dibimbing oleh nilai-nilai agama adalah (1) akan membawa pemiliknya pada kedudukan yang tinggi dan mulia disisi Allah SWT., dan dihadapan para makhluk-Nya, (2) pengangkatan derajat yang lebih tinggi secara maknawiyah (di dunia) dan secara hissiyah (diakhirat kelak), (3) menimbulkan rasa takut dan cinta kepada Allah SWT., (4) mampu membedakan antara yang benar dengan yang salah serta faedah-faedah dari yang benar dan salah dimaksud, dan (5) membawa kemaslahatan dan kebaikan serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Ilmu dan agama datangnya dari Allah SWT. dan orang yang beruntung di dunia dan diakhirat adalah orang yang memiliki keduanya (ilmu dan agama). Ilmu yang tidak dibimbing oleh nilai-nilai agama akan sesat, bagaikan berjalan tanpa pedoman, bagaikan berjalan tengah malam yang gelap gulita atau bagaikan orang buta yang berjalan tidak mengetahui ke mana arah yang hendak dituju. Berbagai kerusakan dan kebinasaan serta angkara murka yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini adalah akibat ulah dari orang-orang yang berilmu tanpa dibimbing oleh nilai-nilai agama. Demikian pula, berbagai kemajuan khususnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dewasa ini juga karena adanya ilmu dan pengetahuan sebagai buah atau hasil penalaran dengan logika manusia. Apabila ilmu itu dijiwai dan dibimbing oleh agama, maka ilmu itu akan membawa manfaat bagi pemiliknya dan bagi kehidupan alam semesta serta diberkahi oleh Allah SWT., akan tetapi apabila ilmu berjalan sendiri dan lepas dari nilai-nilai agama, maka ilmu tersebut akan sesat, membawa kehancuran dan kebinasaan bagi alam semesta serta dimurkai oleh Allah SWT.
II. Permasalahan
Berdasarkan beberapa uraian pendahuluan di atas, beberapa masalah yang perlu dikaji dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimanakah pandangan agama Islam terhadap ilmu?
2. Apakah akibat dari ilmu yang terlepas dari agama?
III. KAJIAN TEORI
1. Hakikat Ilmu
Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris, dengan obyek penelaahannya mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Proses keilmuan adalah untuk memeras hakekat obyek empiris tertentu, untuk mendapatkan dari yang berupa pengetahuan mengenai obyek tersebut. Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai obyek-obyek empiris. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris. Asumsi pertama, menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat, dan lain-lain. Berdasarkan asumsi pertama ini, maka dapat dikelompokkan beberapa obyek yang serupa ke dalam satu golongan. Asumsi kedua, adalah anggapan bahwa benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Asumsi ini bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam suatu keadaan tertentu, asumsi ini menekankan bahwa ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda-beda untuk tiap benda. Asumsi ketiga, adalah determinisme, yakni menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama.[1]
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu itu terdapat dalam metode ilmiah. Metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis yang disebut metodologi. Jadi metodologi ilmiah merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.[2] Ilmu adalah hukum akal yang kekal yang sesuai dengan realita.[3]
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, pengertian ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah dengan penelaahannya mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indra manusia.
2. Hakikat Agama
Agama adalah ketaatan, tauhid dan segala sesuatu yang menjadi suatu peribadatan. Ilmu adalah mengetahui petunjuk-petunjuk dan dalil-dalilnya.[4] Agama Islam adalah untuk memperbaiki keadaan manusia dan menyempurnakan peraturan-peraturan Tuhan yang lalu. Tujuan agama Islam adalah untuk mencapai kesempurnaan manusia, sebab ia mencerminkan kesempurnaan agama. Jadi tujuan agama Islam adalah (1) pembentukan insan yang soleh yang beriman kepada Allah SWT. dan agamanya, dan (2) pembentukan masyarakat yang soleh yang mengikuti petunjuk agama Islam dalam segala urusannya.[5]
IV. PEMBAHASAN
1. Pandangan Agama Islam Terhadap Ilmu
Agama Islam menempatkan ilmu sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu tanpa agama akan dimurkai oleh Allah SWT., sebagaimana jalannya orang Yahudi. Orang Yahudi memiliki banyak ilmu, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
Artinya: Orang-orang yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. (Q.S. Al-Baqarah: 146).
Pengetahuan mereka itu luas, sehingga mampu menciptakan sesuatu peralatan-peralatan dan metode untuk menghancurkan suatu negara dan akhlak manusia, bahkan dapat mengubah dan menyusupkan paham yang sesat dalam suatu agama. Jadi ilmunya tidak dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri, kecuali sedikit keuntungan materi yang sifatnya sementara, bahkan akan mendapatkan murka Allah SWT., sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
Artinya: (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al-Fatihah: 7)
Allah SWT telah menyebutkan dalam Al-Qur’an tentang ilmu, kadang dalam keadaan memujinya yaitu ilmu yang bermanfaat (ilmu yang dilandasi agama) dan kadang dalam keadaan mencelanya yakni ilmu yang tidak bermanfaat (ilmu yang tidak dilandasi oleh agama).
Adapun yang pertama, ilmu yang bermanfaat (yang dilandasi dengan agama) memiliki faedah dan keutamaan, antara lain:
(1) Akan membawa pemiliknya pada kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah SWT., dan di hadapan para makhluk-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar: 9)
Firman Allah SWT. yang lain adalah :
Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Firman Allah di atas menunjukkan kedudukan yang tinggi dan mulia bagi pemilik ilmu. Pada ayat tersebut Allah SWT. menyatakan persaksiannya para malaikat dan orang-orang pemilik ilmu. Dan disini ilmu dikaitkan dengan masalah tauhid (bagian dari agama).
(2) Pengangkatan derajat yang lebih tinggi bagi orang-orang yang berilmu, yang mencakup dua pengertian:
a. Pengangkatan derajat secara maknawiyah ( di dunia), di mana orang yang berilmu akan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi serta mendapatkan jabatan-jabatan yang tinggi di instansinya.
b. Pengangkatan derajat secara hissiyah (di akhirat), yaitu ketinggian derajatnya di surga.
Dimana Allah berfirman:
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah: 11)
Berkata Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dikatakan tentang tafsir ayat ini.
“Bahwasanya Allah akan mengangkat derajat seorang mukmin yang dia itu berilmu di atas seorang mukmin yang tidak berilmu”.
Dan sebagaimana Imam Muslim telah meriwayatkan dari jalan Nafi bin Harits Al-Huzai dimana beliau seorang gubernur di wilayah Mekkah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Rowi, berkata: Umar menjumpai Nafi di suatu jalan di Ashfan dan berkata kepada Nafi: “Siapa yang engkau mintai untuk menggantikan engkau di Mekkah?”. Nafi berkata: “Aku digantikan Ibnu Abzah, dimana dia bekas budakku, maka Umar berkata (kaget): “Engkau pilih penggantimu seorang bekas budak”. Dijawab oleh Nafi: “Sesungguhnya dia itu hapal AL-Qur’an dan alim dalam ilmu farald (ilmu tentang warisan)”. Setelah mendengar jawaban demikian, maka Umar berkata: “Adapun Nabi kalian Muhammad SAW bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Allah akan mengangkat suatu kaum dengan Al-Qur’an ini dan akan merendahkan dengan (Al-Qur’an) yang lain”.
Di dalam ayat tadi Allah mengangkat derajat orang yang beriman (agama) yang dia itu berilmu, disini dikaitkan antara ilmu dan agama, dan demikian juga di dalam hadits. Ibnu Abzah yang diangkat menjadi Gubernur menggantikan Nafi, yang mana Ibnu Abzah ini seorang bekas budak tidak hanya alim dalam warisan tapi juga hapal AL-Qur’an, ini juga berkaitan antara ilmu dan agama.
(3) Menimbulkan rasa takut dan cinta kepada Allah SWT.
Orang yang memiliki ilmu dan dia itu beragama dia takut kepada Allah SWT., dan demikian dia takut berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan murka Allah SWT., dia takut berbuat kerusakan di bumi, takut mengadu domba orang lain, takut menipu dan lain-lain, walaupun dia mampu dan tahu ilmu untuk demikian.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S. Fatir: 28)
(4) Dibedakannya yang benar dan yang salah
Ilmu yang dilandasi dengan agama akan dapat membedakan antara yang benar dan salah, yang bermanfaat dan yang dapat menimbulkan mudharat, petunjuk dan kesesatan, halal dan yang haram, hal yang dapat membuat bahagia dan hal yang membuat sengsara.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. An-Anfal: 29)
(Furqan adalah ilmu sebagaimana didalam tafsir Karim Rahman).
Di sini yang berkaitan antara orang beriman (agama) dan ketaqwaan (agama) dan furqan (ilmu).
Dan yang kedua: ilmu yang tidak bermanfaat (yang tidak dilandasi oleh agama).
Sebatas ilmu saja tidak dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi selainnya walaupun itu sebenarnya bermanfaat. Allah SWT berfirman:
Artinya: Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Q.S. Al-Jumu’ah: 5)
Perpisahan orang yang didatangkan kepada mereka al-kitab yang mereka mengetahui tentang perintah untuk mengikuti Rasulullah SAW beriman kepada Al-Qur’an, tapi mereka mengikuti Rasulullah SAW dan tidak beriman terhadap AL-Qur’an, hanya sekedar tahu apa manfaat bagi mereka. Seperti keledai yang di atas punggungnya kitab-kitab tebal apa manfaat kitab-kitab tadi bagi keledai?
2. Akibat Dari Ilmu Yang Terlepas Dari Agama
Sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa ilmu yang terlepas dari agama akan menimbulkan akibat bagi kemaslahatan umat manusia dan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini, beberapa akibat yang akan ditimbulkan oleh ilmu yang terlepas dari agama antara lain:
(1) Ilmu tersebut akan keluar dari kontrol nilai-nilai Ilahiyah, akibatnya adalah akan membawa kemurkaan Allah SWT. (Ilmu yang dimurkai oleh Allah SWT).
(2) Ilmu tersebut akan disalahgunakan untuk menghancurkan umat manusia dengan segala perdabannya. Contoh kasus penyerbuan tentara Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Afghanistan dan Irak serta serangan Israel terhadap Libanon dengan menggunakan berbagai senjata canggih menghancurkan umat manusia dengan segala peradabannya.
(3) Ilmu tersebut akan menjadi sumber bencana,malapetaka, dan kebinasaan.
Terkait dengan akibat ilmu yang terlepas dari agama, ada baiknya kita simak perjalanan hidup dan pemikiran Roger Garoudy, seorang pemikir Perancis yang pada awalnya bergerak sebagai pemikir agama Kristen Protestan, kemudian beralih kepada Marxisme sebagai teori dan praktek politiknya dan malahan menulis berbagai buku dalam bidang itu. Akhirnya kecewa dengan Marxisme terutama terhadap prakteknya di Hungaria dan Chechoslovakia. Pada tahun 1982 beliau memeluk agama Islam, setelah bertahun-tahun mengkajinya dengan sungguh-sungguh. Semenjak itu beliau menulis buku-buku mengenai Islam yang pertama berjudul “Promesses de I’Islam” dan terakhir berjudul “Palestin” Terre de Message Devins dengan argumentasi yang sangat meyakinkan, terutama bagi pembaca-pembaca yang terbiasa dengan cara berpikir Barat. Roger Garoudy mengatakan “bahwa semua usaha peradaban Barat yang menguasai peradaban dan umat manusia selama lima abad tanpa tandingan akan berakhir dengan bunuh diri. Hanya Islam-lah yang memiliki potensi untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total.[6]
Itulah beberapa akibat dari ilmu yang terlepas dari agama yang bisa dirasakan di dunia. Akibat lebih jauh adalah di akhirat kelak yang akan dirasakan ganjarannya oleh si pemilik ilmu. Salah satu yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak adalah “Ilmu yang dimiliki dipergunakan untuk apa?”
V. PENUTUP
Demikianlah beberapa uraian tentang pentingnya ilmu bagi manusia dalam kehidupannya, akan tetapi ilmu tersebut harus betul-betul dibimbing dan tidak boleh lepas dari nilai-nilai agama. Ilmu yang jalan sendiri tanpa bimbingan agama akan membawa akibat yang mengerikan bagi manusia dan alam semesta. Atau dengan kata lain ilmu tanpa agama adalah buta. Karena itu kepada insan yang dirahmati oleh Allah SWT., dengan ilmu hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan hidup umat manusia serta untuk kemakmuran bumi dan alam semesta ini. Karena pertanggungjawaban atas ilmu yang kita miliki tidak hanya di dunia ini, tetapi yang lebih berat adalah pada saat kita diperhadapkan di Mahkamah Allah SWT. di akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al-Hanbaly An Najdy, Hasyiah Tsalatsatul Ushul, Makkah: Tabiat Saudiyah, 1414 H
Langgulung, Hasan, Pendidikan di Dunia Ketiga Memasuki Ambang Pintu Abad Ke-21, Editor Deliar Noer dan Iskandar Alisjahbana dalam Buku Perubahan Pembaruan dan Kesadaran Menghadapi Abad Ke-21, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1988
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu Dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
_____., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 2001
Sumber : ntbonline.wordpress.com